BIOGRAFI BAPAK MAULANASYAIKH
PENDIRI NWDI, NBDI DAN NW
Oleh : Tsamaratul Chair Al-Muhib
I. KELAHIRAN
'Al-Mukarram Maulana al-Syaikh Tuan Guru Kyai Haji
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid' dilahirkan di Kampung Bermi, Pancor, Lombok
Timur, Nusa Tenggara Barat pada
tanggal 17 Rabiul Awal 1316 Hijriah
bertepatan dengan tanggal 5 Agustus 1898Masehi
dari perkawinan Tuan Guru Haji Abdul Madjid (beliau lebih akrab dipanggil
dengan sebutan Guru
Mukminah atau Guru Minah) dengan seorang wanita shalihah bernama Hajjah Halimah
al-Sa'diyah.[1]
Nama kecil beliau adalah 'Muhammad Saggaf', nama
ini dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa yang sangat menarik untuk dicermati,
yakni tiga hari sebelum beliau dilahirkan ayah beliau, TGH. Abdul Madjid,
didatangi orang waliyullah masing-masing dari Hadramaut
dan Magrabi. Kedua waliyullah itu secara kebetulan mempunyai nama
yang sama, yakni "Saqqaf". Kedua waliyullah itu berpesan kepada TGH.
Abdul Madjid supaya anaknya yang akan lahir itu diberi nama "Saqqaf"
yang artinya "tukang memperbaiki atap". Kata "Saqqaf" di
Indonesia-kan menjadi "Saggaf" dan untuk dialek bahasa Sasak
menjadi "Segep". Itulah sebabnya beliau sering dipanggil dengan
"Gep" oleh ibu beliau, Hajjah Halimah al-Sa'diyah.
Setelah menunaikan ibadah haji, nama kecil beliau
tersebut diganti dengan 'Haji Muhammad Zainuddin'. Nama ini pun diberikan
oleh ayah beliau sendiri yang diambil dari nama seorang ulama
besar yang mengajar di Masjid
al-Haram. Akhlak dan kepribadian ulama besar itu sangat menarik
hati sang ayah. Nama ulama besar itu adalah Syaikh
Muhammad Zainuddin Serawak, dari Serawak, Malaysia.
II. SILSILAH
Silsilah Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul
Madjid tidak bisa diungkapkan secara jelas dan runtut, terutama silsilahnya ke
atas, karena catatan dan dokumen silsilah keluarga beliau ikut hangus terbakar
ketika rumahnya mengalami musibah kebakaran. Namun, menurut sejumlah kalangan
bahwa asal usulnya dari keturunan orang-orang terpandang, yakni dan keturunan
sultan-sultan Selaparang, sebuah kerajaan Islam
yang pernah berkuasa di Pulau
Lombok. Disebutkan bahwa Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin
Abdul Madjid merupakan keturunan Kerajaan Selaparang yang
ke-17. [2]
Pendapat ini tentu saja paralel dengan analisis yang
diajukan oleh seorang antropolog berkebangsaan Swedia
bernama Sven Cederroth, yang merujuk pada kegiatan ziarah
yang dilakukan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid ke makam Selaparang
pada tahun 1971,
sebelum berlangsungnya kegiatan pemilihan umum (Pemilu).[3]
Praktek ziarah semacam ini memang bisa dilakukan oleh masyarakat Indonesia
pada umumnya, termasuk masyarakat Sasak,
untuk mengidentifikasikan diri dengan leluhurnya. Disamping itu pula, Tuan Guru
Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tidak pernah secara terbuka
menyatakan penolakannya terhadap anggapan dan pernyataan-pernyataan yang selama
ini beredar tentang silsilah ketununannya, yakni kaitan genetiknya dengan
sultan-sultan Kerajaan Selaparang.
III. KELUARGA
Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
adalah anak bungsu dari enam bersaudara. Kakak kandung beliau lima orang, yakni
Siti Syarbini, Siti Cilah, Hajjah Saudah, Haji Muhammad Sabur dan Hajjah
Masyitah.
Ayahnya TGH. Abdul Madjid yang terkenal dengan penggilan
"Guru Mu'minah" adalah seorang muballigh dan terkenal pemberani.
Beliau pernah memimpin pertempuran melawan kaum penjajah, sedangkan ibunya
Hajjah Halimah al-Sa'diyah terkenal sangat salehah.
Sejak kecil al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid terkenal sangat jujur dan cerdas. Karena itu tidaklah
mengherankan bila ayah-bundanya memberikan perhatian istimewa dan menumpahkan
kasih sayang begitu besar kepada beliau. Ketika melawat ke Tanah Suci Mekah
untuk melanjutkan studi, ayah-bundanya ikut mengantar ke Tanah Suci.
Ayahnya-lah yang mencarikan guru tempat beliau belajar pertama kali di Masjid
Haram dan sempat menemani beliau di Tanah Suci sampai dua kali musim haji.
Sedangkan ibunya Hajjah Halimatus Sa'diyah ikut bermukim di Tanah Suci
mendampingi dan mengasuh beliau sampai ibunya tercintanya itu berpulang ke
rahmatullah tiga setengah tahun kemudian dan dimakamkan di Mu'alla Mekah.
Dengan demikian, tampak jelaslah betapa besar perhatian
ayah-bundanya terhadap pendidikan beliau. Hal ini juga tercermin dari sikap
ibunya bahwa setiap kali beliau berangkat untuk menuntut ilmu, ibunya selalu
mendoakan dengan ucapan "Mudah mudahan engkau mendapat ilmu yang
barakah" sambil berjabat tangan serta terus memperhatikan kepergian beliau
sampai tidak terlihat lagi oleh pandangan mata. Pernah suatu ketika, beliau
lupa pamit pada ibunya. Beliau sudah jauh berjalan sampai ke pintu gerbang baru
sang ibu melihatnya dan kemudian memanggil beliau untuk kembali, Gep, gep,
gep (nama panggilan masa kecil beliau), koq lupa bersalaman?, ucap ibu
beliau dengan suara yang cukup keras. Akhirnya, beliau pun kembali menemui
ibunya sembari meminta maaf dan bersalaman. Lalu sang ibu mendoakan beliau. Mudah-mudahan
anakku mendapatkan ilmu yang barokah. Setelah itu beliau kemudian berangkat
ke sekolah. Hal ini merupakan suatu pertanda bahwa betapa besar kesadaran
ibunya akan penting dan mustajabnya doa
ibu untuk sang anak sebagaimana ditegaskan dalam hadits Rasulullah
SAW, bahwa doa ibu menduduki rangking kedua setelah doa Rasul.
IV. PENDIDIKAN
Pengembaraan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
menuntut ilmu pengetahuan berawal dari pendidikan dalam keluarga, yakni dengan
belajar mengaji [membaca Al-qur'an] dan berbagai ilmu agama
lainnya, yang diajarkan langsung oleh ayahnya, yang dimulai sejak berusia 5
tahun.
A. Pendidikan Lokal
Setelah berusia 9 tahun, ia memasuki pendidikan formal
yang disebut Sekolah Rakyat Negara, hingga tahun 1919
M. Setelah menamatkan pendidikan formalnya, beliau kemudian diserahkan oleh
ayahnya untuk menuntut ilmu agama yang lebih luas dari beberapa Tuan Guru
lokal, antara lain TGH. Syarafudin dan TGH. Muhammad Sa'id dari Pancor serta
Tuan Guru Abdullah bin Amaq Dulaji dari desa Kelayu, Lombok
Timur. Ketiga guru agama ini mengajarkan ilmu agama dengan
sistem halaqah, yaitu para santri duduk bersila di atas tikar dan mendengarkan
guru membaca kitab yang sedang dipelajari, kemudian masing-masing murid secara
bergantian membaca.
B. Pendidikan di Mekah
Untuk lebih memperdalam ilmu agama, Muhammad Zainuddin
remaja berangkat menuntut ilmu ke Mekah diantar kedua orang tuanya, tiga orang,
kemenakan dan beberapa orang keluarga, termasuk pula TGH. Syarafuddin. Pada
saat itu beliau berusia 15 tahun, yaitu menjelang musim Haji tahun 1341 H/1923
M. Sesampai di Tanah Suci, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid langsung
mencari rumah kontrakan di Suqullail, Mekah.
C. Belajar di Masjid al-Haram
Beberapa setelah musim Haji usai, TGH. Abd. Madjid mulai
sibuk mencarikan guru buat anaknya. Sampailah pencarian TGH. Abd. Madjid pada
sebuah halaqah. Syaikh yang mengajar di lingkaran tersebut bernama Syaikh
Marzuki, seorang keturunan Arab kelahiran Palembang yang sudah lama mengajar
mengaji di Masjid Haram, yang saat itu berusia sekitar 50 tahun. Disanalah
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid diserahkan untuk belajar.
Selain itu juga sempat belajar ilmu sastra pada ahli
syair terkenal di Mekah, yakni Syaikh
Muhammad Amin al-Kutbi dan pada saat itu berkenalan dengan Sayyid Muhsin
Al-Palembani, seorang keturunan Arab kelahiran Palembang
yang kemudian menjadi guru beliau di Madrasahal-Shaulatiyah.
Ketika ayah TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid pulang
ke Lombok, ia langsung berhenti belajar mengaji pada Syaikh Marzuki,
karena ia merasa tidak banyak mengalami perkembangan yang berarti dalam
menuntut ilmu selama ini. Namun, ia belum sempat mencari guru, terjadi perang
saudara antara kekuasaan Syarif Husein dengan golongan Wahabi.[4]
D. Belajar di Madrasah al-Shaulatiyah
Dua tahun setelah terjadinya huru hara tersebut, Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid muda berkenalan dengan seseorang yang bernama Haji
Mawardi dari Jakarta. Dari perkenalannya itu ia diajak masuk belajar di
madrasah al-Shaulatiyah, yang saat itu dipimpin oleh Syaikh
Salim Rahmatullah. Pada hari pertama masuknya ia bertemu dengan Syaikh
Hasan Muhammad al-Masysyath.
Madrasah al-Shaulatiyah adalah madrasah pertama sebagai
permulaan sejarah baru dalam pendidikan di Arab
Saudi. Madrasah ini sangat legendaris, gaungnya telah menggema
di seluruh dunia dan telah menghasilkan banyak ulama-ulama besar dunia. TGKH.
Muhammad Zainuddin masuk Madrasah al-Shaulatiyah pada tahun 1345 H (1927
M) yang waktu dipimpin (Mudir/Direktur), Syaikh
Salim Rahmatullah yang merupakan cucu pendiri Madrasah al-Shaulatiyah.
Sudah menjadi tradisi bahwa setiap thullab yang masuk di Madrasah
Al-Shaulatiyah harus mengikuti tes masuk untuk menentukan kelas yang cocok bagi
thullab. Demikian pula dengan TGKH. Muhammad Zainuddin, juga ditest terlebih
dahulu. Secara kebetulan diuji langsung oleh Direktur al-Shaulatiyah
sendiri, Syaikh
Salim Rahmatullah dan Syaikh
Hasan Muhammad al-Masysyath.
Hasil test menentukan di kelas 3. mendengar keputusan
itu, TGKH. Muhammad Zainuddin minta diperkenankan masuk kelas 2 dengan alasan
ingin mendalam mata pelajaran ilmu Nahwu dan Sharaf. Semula Syaikh Hasan bersikeras agar TGKH. Muhammad
Zainuddin masuk kelas 3, tetapi pada akhirnya melunak dan mengabulkan
permohonan untuk masuk kelas 2 dan sejak itu TGKH. Muhammad Zainuddin secara resmi
masuk Madrasah al-Shaulatiyah mulai dari kelas 2. Prestasi akademiknya sangat
istimewa. Beliau berhasil meraih peringkat pertama dan juara umum. Dengan
kecerdasan yang luar biasa, TGKH. Muhammad Zainuddin berhasil menyelesaikan
studi dalam waktu hanya 6 tahun, padahal normalnya adalah 9 tahun. Dari kelas
2, diloncatkan ke kelas 4, kemudian loncat kelas lagi dari kelas 4 ke kelas 6,
kemudian pada tahun-tahun berikutnya naik kelas 7, 8 dan 9.
Sahabat sekelas TGKH. Muhammad Zainuddin bernama Syaikh
Zakaria Abdullah Bila, mengakui kejeniusannya dan mengatakan: Syaikh
Zainuddin itu adalah manusia ajaib di kelasku, karena kejeniusannya yang tinggi
dan luar biasa dan saya sungguh menyadari hal ini. Syaikh Zainuddin adalah
saudaraku, dan kawan sekelasku dan saya belum pernah mampu mengunggulinya dan
saya tidak pernah menang dalam berprestasi pada waktu saya bersama-sama dalam
satu kelas di Madrasah Al-Shaulatiyah Mekah.
Predikat istimewa ini disertai pula dengan perlakuan
istimewa dari Madrasah Al-Shaulatiyah. Ijazahnya ditulis langsung oleh ahli
khat terkenal di Mekah, yaitu Al-Khathath al-Syaikh Dawud al-Rumani atas usul
dari direktur Madrasah al-Shaulatiyah. Prestasi istimewa itu memerlukan
pengorbanan, ibu yang selalu mendampingi selama belajar di Madrasah al-Shaulatiyah
berpulang ke rahmatullah di Mekah. Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin
Abdul Madjid menyelesaikan studi di Madrasah al-Shaulatiyah pada tanggal 22
Dzulhijjah 1353 H dengan predikat "mumtaz" (Summa Cumlaude).
Setelah tamat dari Madrasah al-Shaulatiyah, tidak
langsung pulang ke Lombok, tetapi bermukim lagi di Mekah selama dua tahun
sambil menunggu adiknya yang masih belajar, yaitu Haji Muhammad Faisal. Waktu
dua tahun itu dimanfaatkan untuk belajar antara lain belajar ilmu fiqh kepada Syaikh
Abdul Hamid Abdullah al-Yamani. Dengan demikian, waktu belajar yang ditempuh
selama di Tanah Suci Mekah adalah 13 kali musim haji atau kurang lebih 12
tahun. Ini berarti selama di Mekah sempat mengerjakan ibadah haji sebanyak 13
kali.
Setelah selesai menuntut ilmu di Mekah dan kembali ke
tanah air, TGKH. Muhammad Zainuddin langsung melakukan safari dakwah
ke berbagai lokasi di pulau Lombok, sehingga dikenal secara luas oleh
masyarakat. Pada waktu itu masyarakat menyebutnya 'Tuan Guru Bajang'.
Semula, pada tahun 1934 mendirikan pesantren al-Mujahidin sebagai tempat
pemuda-pemuda Sasak mempelajari agama dan selanjutnya pada tanggal 15 Jumadil
Akhir 1356 H/22 Agustus1937
mendirikan Nahdlatul
Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) dan menamatkan santri
(murid) pertama kali pada tahun ajaran 1940/1941.
Teks miring== Kepemimpinan == Kesuksesan
perjuangan seseorang tokoh atau pemimpin banyak ditentukan oleh pola
kepemimpinannya. Kearifan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas
kepemimpinannya akan menentukan keberhasilan perjuangannya.
Perjuangan dan kepemimpinan merupakan dua hal yang saling
mengkait, karena perjuangan itu akan berhasil baik, apabila pola pendekatan
yang dipergunakan dalam kepemimpinan itu baik. Di samping itu, kepemimpinan
yang arif dan bijaksana akan menghasilkan keberhasilan perjuangan.
Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
dikenal sebagai ulama' besar di Indonesia
karena ilmu yang dimiliki sangat luas dan mendalam. Demikian juga charisma
beliau sebagai sosok figure ulama demikian besar. Beliau adalah tokoh panutan
yang sangat berpengaruh karena kearifan dan kebijaksanaannya. Perjuangan dan
kepemimpinan beliau senantiasa diarahkan untuk kepentingan umat. Penghargaan
dan penghormatan yang diberikan kepada seseorang yang telah berjasa kepadanya
terutama kepada guru-guru beliau diwujudkan dalam bentuk yang dapat memberikan
manfaat kepada umat.
Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa penghargaaan
beliau kepada mahaguru yang paling dicintai dan disayangi. Maulana Syaikh
Hasan Muhammad al-Masysyath diwujudkan dalam bentuk pondok
pesantren Hasaniyah NW di Jenggik, Lombok Timur. Penghargaan kepada mahagurunya Maulana Syaikh
Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi diwujudkan dalam bentuk Pondok Pesantren Aminiyah NW di Bonjeruk
Lombok Tengah, dan penghargaan kepada Mahagurunya Maulana al-Syaikh Salim
Rahmatullah beliau sudah merencanakan untuk mendirikan sebuah Pondok Pesantren
di Lombok Timur. Pola kepemimpinan yang beliau contohkan di atas hanya dapat dilakukan
oleh orang-orang yang memiliki wawasan ilmu yang dalam serta pemimpin yang
memiliki kearifan dan kebijaksanaan.
Demikian pula tentang pendekatan yang beliau lakukan
selalu bernilai paedagogik dalam arti mengandung nilai-nilai pendidikan. Beliau
tidak mau bahkan tidak pernah bersikap sebagai pembesar yang disegani. Beliau
selalu bertindak sebagai pengayom yang berada di tengah-tengah jama'ah dan
senantiasa menempatkan diri sesuai dengan keberadaan dan kemampuan mereka.
Demikian juga halnya di kala beliau memberikan fatwanya selalu disesuaikan
dengan kondisi dan jangkauan alam pikiran murid dan santerinya.
Pembawaan dan sikap hidup beliau selalu menunjukkan
kesederhanaan. Inilah yang membuat beliau selalu dekat dengan para warganya dan
murid-muridnya dengan tidak mengurangi kewibawaan dan charisma yang beliau
miliki. Keluhan yang disampaikan para warga dan muridnya ditampung, di dengar,
dan dicarikan jalan penyelesaiannya dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan
dengan tidak merugikan salah satu pihak.
Untuk melanjutkan dan mengembangkan perjuangan Nahdlatul
Wathan di masa datang, beliau sangat mendambakan munculnya
kader-kader yang memiliki potensi dan militansi, serta loyalitas yang tinggi,
baik dari segi semangat, wawasan, maupun bobot keilmuan. Dalam banyak
kesempatan beliau sering menyampaikan keinginannya agar murid dan santri beliau
memiliki ilmu pengetahuan sepuluh bahkan seratus kali lipat lebih tinggi
daripada ilmu pengetahuan yang beliau miliki. Demikian motovasi yang selalu
beliau kumandangkan supaya murid dan santri beliau lebih tekun dan berpacu
dalam menuntut ilmu pengetahuan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Dalam menerima dan menghadapi para murid dan santeri
serta warga Nahdlatul Wathan, beliau
tidak pernah membedakan antara yang satu dengan yang lain. Semua murid dan
santeri serta warga Nahdlatul
Wathan di berikan perhatian dan kasih saying yang sama
besarnya, bagaikan cinta dan kasih saying seorang bapak kepada anak-anaknya.
Yang membedakan murid dan santeri di hadapan beliau
adalah kadar keikhlasan dan sumbangsihnya kepada Nahdlatul
Wathan. Dan, untuk membina dan memonitor kualitas kader Nahdlatul
Wathan, beliau mengeluarakan wasiat dalam bahasa Arab, yang
artinya:
Dengan menyebut nama Allah
dan dengan memuji-Nya semoga keselamatn tetap tercurah padamu, demikian pula
rahmat Allah, keberkatan, ampunan dan ridha-Nya.
Anak-anak yang setia dan murid-muridku yang berakal.
Sesungguhnya semulia-mulia kamu disisiku ialah yang paling banyak bermanfaat
untuk perjuangan Nahdlatul Wathan dan
sejahat-jahat kamu disisiku ialah yang paling banyak merugikan perjuangan Nahdlatul
Wathan.
Karena itu, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap
siaga, berjuanglah kemudian berjuanglah di jalan Nahdlatul
Wathan untuk mempertinggi citra agama dan negara. Niscaya kamu
dengan kekuasaan Allah swt. Tergolong pejuang agama, orang saleh dan mukhlish
baik pada waktu sendirian maupun pada waktu bersama orang lain.
Semoga Allah membukakan pintu rahmat untuk kami dan kamu
dan semoga ia menganugerahi kami dan kamu serta para simpatisan Nahdlatul
Wathan masuk surga dan nikmat tambahan yang tiada taranya,
yaitu melihat zat-Nya dari dalam surga.
Demikianlah, wasiat ini dikeluarkan setelah terlihat
beberapa kader dari kalangan alumni Madrasah NWDI, dan mereka yang sudah
dibiayai beliau untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi keluar dari
garis perjuangan oraganisasi. Tidak taat pada kebijakan-kebijakan yang
ditetapkan oleh beliau. Memang dalam rangka kaderisasi beliau banyak memberikan
bantuan kepada alumni NWDI jdan orang-orang lain untuk melanjutkan ke sekolah
yang lebih tinggi dengan nawaitu khusus dan perjanjian khusus pula, yaitu untuk
setia membela dan memperjuangkan cita-cita NWDI, NBDI dan NW. Alhamdulillah
banyaklah di antara mereka yang benar-benar menepati janjinya dengan tulus.
Sebaliknya ada juga yang khianat pada janjinya, tidak malu merobek-robek
nawaitu pengirimannya. Eksistensi dan aplikasi dari wasiat ini menjadi tolok
ukur kualitas dan kader ketaatan serta keihklasan kader-kader Nahdlatul
Wathan.
Di samping itu, untuk mempertegas Wasiat Renungan Masa I
dan II berbahasa Indonesia dalam bentuk puisi. Wasiat Renungan Masa ini
berisikan nasihat, fatwa dan pedoman bagi warga Nahdlatul
Wathan dalam berjuang.
Lahirnya wasitat-wasiat tersebut merupakan konsekuensi
logis dari pola kepemimpinan beliau yang selalu menekankan hubungan guru dan
murid. Beliau adalah figur pemimpin yang selalu menekankan agar tetap terjalin
dan terpelihara hubungan antara guru dan murid. Menurut prinsip beliau bahwa
tidak ada guru yang membuang murid akan tetapi kebanyakan murid yang membuang
guru.
V. PERJUANGAN
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid belajar di Tanah
Suci Mekah selama 13 tahun kemudian kembali ke Indonesia atas perintah dari
guru beliau yang paling di kagumi, yakni Syaikh
Hasan Muhammad al-Masysyath, pada tahun 1934.
Setiba di Pulau Lombok beliau mendirikan Sekembali dari Tanah Suci Mekah ke
Indonesia mula-mula beliau mendirikan pesantren al-Mujahidin pada tahun 1934M.
kemudian pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/22
Agustus1937
M. beliau mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI).
Madrasah ini khusus untuk mendidik kaum pria. Kemudian pada tanggal 15 Rabiul
Akhir 1362 H/21 April1943
M. beliau mendirikan madrasah Nahdlatul Banat Diniah Islamiyah (NBDI) khusus
untuk kaum wanita. Kedua madrasah ini merupakan madrasah pertama di Pulau
Lombok yang terus berkembang dan merupakan cikal bakal dari
semua madrasah yang bernaung di bawah organisasi Nahdlatul Wathan. Dan secara
khusus nama madrasah tersebut diabadikan menjadi nama pondok pesantren 'Dar
al-Nahdlatain Nahdlatul Wathan'. Istilah 'Nahdlatain' diambil dari
kedua madrasah tersebut. Beliau aktif berdakwah keliling desa di Pulau
Lombok dan mengajar.
Pada tahun 1952,
madrasah-madrasah cabang NWDI-NBDI yang didirikan oleh para alumni di berbagai
daerah telah berjumlah 66 buah. Maka untuk mengkoordinir, membina dan
mengembangkan madrasah-madrasah cabang tersebut beserta seluruh amal usahanya,
al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan
organisasi Nahdlatul Wathan yang bergerak di dalam bidang pendidikan, sosial
dan dakwah islamiyah pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H/1 Maret1953
M. sampai dengan tahun 1997 ini lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola oleh
Organisasi Nahdlatul Wathan telah berjumlah 747 buah dari tingkat taman
kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi, begitu juga lembaga sosial dan
dakwah islamiyah Nahdlatul Wathan berkembang dengan pesat bukan hanya di NTB
melainkan juga diberbagai daerah di Indonesia
seperti NTT, Bali, Jawa
Timur, Jawa Barat, DKI
Jakarta, Riau, Sulawesi, Kalimantan, bahkan sampai ke
mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Brunei
Darussalam, dan lain sebagainya.
Pada zaman penjajahan, al-Mukarram Maulana al-Syaikh
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga menjadikan madrasah NWDI dan NBDI
sebagai pusat pergerakan kemerdekaan, tempat menggembleng patriot-patriot
bangsa yang siap bertempur melawan dan mengusir penjajah. Bahkan secara khusus
al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid bersama
guru-guru Madrasah NWDI-NBDI membentuk suatu gerakan yang diberi nama
"Gerakan al-Mujahidin". Gerakan al-Mujahidin ini bergabung dengan
gerakan-gerakan rakyat lainnya di Pulau
Lombok untuk bersama-sama membela dan mempertahankan
kemerdekaan dan keutuhan Bangsa Indonesia. Dan pada tanggal 7 Juli1946,
TGH. Muhammad Faizal Abdul Majid adik kandung Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid memimpin penyerbuan tanksi militer NICA
di Selong. Namun, dalam penyerbuan ini gugurlah TGH. Muhammad Faisal Abdul
Madjid bersama dua orang santri NWDI sebagai Syuhada'
sekaligus sebagai pencipta dan penghias Taman Makam Pahlawan RinjaniSelong, Lombok
Timur.
Al Mukkarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin
Abdul Madjid sebagai ulama' pemimpin umat, dalam kehidupan bermasyarakt dan
berbangsa telah mengemban berbagai jabatan dan menanamkan berbagai jasa
pengabdian, di antaranya :
- Pada tahun 1934 mendirikan pesantren al-Mujahidin
- Pada tahun 1937 mendirikan Madrasah NWDI
- Pada tahun 1943 mendirikan madrasah NBDI
- Pada tahun 1945 pelopor kemerdekaan RI untuk daerah Lombok
- Pada tahun 1946 pelopor penggempuran NICA di Selong Lombok Timur
- Pada tahun 1947/1948 menjadi Amirul Haji dari Negara Indonesia Timur
- Pada tahun 1948/1949 menjadi anggota Delegasi Negara Indonesia Timur ke Arab Saudi
- Pada tahun 1950 Konsulat NU Sunda Kecil
- Pada tahun 1952 Ketua Badan Penaseha Masyumi Daerah Lombok
- Pada tahun 1953 mendirikan Organisasi Nahdlatul Wathan
- Pada tahun1953 Ketua Umum PBNW Pertama
- Pada tahun 1953 merestui terbentuknya parti NU dan PSII di Lombok
- Pada tahun 1954 merestui terbentuknya PERTI Cang Lombok
- Pada tahun 1955 menjadi anggota Konstituante RI hasil Pemilu I (1955)
- Pada tahun 1964 mendiriakn Akademi Paedagogik NW
- Pada tahun 1964 menjadi peserta KIAA (Konferensi Islam Asia Afrika) di Bandung
- Pada Tahun 1965 mendirikan Ma'had Dar al-Qu'an wa al-Hadits al-Majidiyah Asy-Syafi'iyah Nahdlatul Wathan
- Pada tahun 1972-1982 sebagai anggota MPR RI hasil pemilu II dan III
- Pada tahun 1971-1982 sebagai penasihat Majlis Ulama' Indonesia (MUI) Pusat
- Pada tahun 1974 mendirikan Ma'had li al-Banat
- Pada Tahun 1975 Ketua Penasihat Bidang Syara' Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram (sampai 1997)
- Pada tahun 1977 mendirikan Universitas Hamzanwadi
- Pada tahun 1977 menjadi Rektor Universitas Hamzanwadi
- Pada tahun 1977 mendirikan Fakultas Tarbiyah Universitas Hamzanwadi
- Pada tahun 1978 mendirikan STKIP Hamzanwadi
- Pada tahun 1978 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Syari'ah Hamzanwadi
- Pada tahun 1982 mendirikan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi
- Pada tahun 1987 mendirikan Universitas Nahdlatul Wathan Mataram
- Pada tahun 1987 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Hamzanwadi
- Pada tahun 1990 mendirikan Sekolah Tinggi Ilamu Dakwah Hamzanwadi
- Pada tahun 1994 mendirikan Madrasah Aliyah Keagamaan putra-putri
- Pada tahun 1996 mendirikan Institut Agama Islam Hamzanwadi
Oleh karena jasa-jasa beliau itulah, maka pada tahun 1995
belau dianugerahi Piagam Penghargaan dan medali Pejuang Pembangunan oleh
pemerintah. Disamping itu, al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid selaku seorang mujahid selalu berupaya mengadakan
inovasi dalam gerakan perjuangannya untuk meningkatkan kesejahteraan ummat demi
kebahagian di dunia maupun di akhirat.
Di antara inovasi/rintisa-rintisan beliau adalah menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran agama Islam di NTB dengan sistem madrasi, membuka
lembaga pendidikan khusus untuk wanita, mengadakan ziarah umum Idul Fitri dan
Idul Adha dengan mendatangai jamaah di samping didatangi, meyelenggarakan
pengajian umum secara bebas, mengadakan gerakan doa dengan berhizib, mengadakan
syafa'at al-kubro, menciptakan tariqat, yakni tariqat Hizib Nahdlatul
Wathan, membuka sekolah umum disamping sekolah agama (madrasah), menyusun nazam
berbahasa Arab bercampur bahasa Indonesia, dan lain-alin.
Sebagai seorang Ulama' mujahid beliau telah memberikan
keteladanan yang terpuji. Seluruh sisi kehidupan beliau, beliau isi dengan
perjuangan memajukan agama, nusa dan bangsa. Tegasnya, tiada hari tanpa
perjuangan. Itulah yang senantiasa terlihat dan terkesan dari seluruh sisi
kehidupan beliau yang patut dicontoh dan diteladani oleh seluruh pengikut dan
murid beliau.
VI. KARYA
Al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin
Abdul Madjid selaku ulama' pewaris para Nabi,
di samping menyampaikn dakwah bi al-hal wa bi al-lisan, juga tergolong
penulis dan pengarang yang produktif. Bakat dan kemampuan beliau sebagai
pengarang ini tumbuh dan berkembang sejak beliau masih belajar di Madrasah
Shaulatiyah Mekah. Namun karena banyaknya dan padatnya kegiatan keagamaan dan
keasyarakatan yang harus diisi maka peluang dan kesempatan untuk memperbanyak
tulisan tampaknya sangat terbatas. Kendatipun demikian di tengah-tengah
keterbatasan waktu itu, beliau masih sempat mengarang beberapa kitab, kumpulan
doa, dan lagu-lagu perjuangan dalam bahasa Arab, Indonesia dan Sasak.
Dalam bahasa Arab
- Risalah al-Tauhid
- Sullam al-Hija Syarah Safinah al-Naja
- Nahdlah al-Zainiah
- At Tuhfah al-Amfenaniyah
- Al Fawakih al-Nahdliyah
- Mi'raj al-Shibyan ila Sama'i Ilm al-Bayan
- Al-Nafahat ‘ala al-Taqrirah al-Saniyah
- Nail al-Anfal
- Hizib Nahdlatul Wathan
- Hizib Nahdlatul Banat
- Tariqat Hizib Nahdlatul Wathan
- Shalawat Nahdlatain
- Shalawat Nahdlatul Wathan
- Shalawat Miftah Bab Rahmah Allah
- Shalawat al-Mab'uts Rahmah li al-‘Alamin
Dalam bahasa Indonesia dan Sasak
- Batu Ngompal
- Anak Nunggal
- Taqrirat Batu Ngompal
- Wasiat Renungan Masa I dan II
Nasyid/Lagu Perjuangan
- Ta'sis NWDI
- Imamuna al-Syafi'i
- Ya Fata Sasak
- Ahlan bi Wafid al-Zairin
- Tanawwar
- Mars Nahdlatul Wathan
- Bersatulah Haluan
- Nahdlatain
- Pacu Gama'
- …dan lain sebagainya.
VII. WAFAT
Tarikh akhir 1997
menjadi masa kelabu Nusa Tenggara Barat. Betapa tidak, hari Selasa, 21
Oktober 1997 M / 20 Jumadil Akhir 1418 H dalam usia 99 tahun
menurut kalender Masehi, atau usia 102 tahun menurut Hijriah. Sang ulama
karismatis, Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, berpulang ke
rahmatullah sekitar pukul 19.53 Wita di kediaman beliau di desa Pancor, Lombok
Timur. Tiga warisan besar beliau tinggalkan: ribuan ulama, puluhan ribu santri,
dan sekitar seribu lebih kelembagaan Nahdlatul Wathan yang tersebar di seluruh
Indonesia dan mancanegara.
Pada akhirnya, perjuangan beliau dalam menegakkan syiar
Islam dan pendidikan dibumi Indonesia tidak boleh terhenti begitu saja, namun
harus terus di lanjutkan oleh siapa saja, baik umat muslim Indonesia secara
keseluruhan dan masyarakat Sasak pada umumnya, maupun oleh kader-kader
Nahdlatul Wathan yang telah di didik melalui lembaga-lembaga pendidikan
Nahdlatul Wathan serta seluruh warga Nahdlatul Wathan (abituren, pencinta dan
simpatisan) pada khususnya.
Wallahua'lam bi al-Shawab
CatatanPenting :
Maulana al-Syaikh Tuan Guru Kyai Hajji Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid (disingkat menjadi Hamzanwadi = Hajji Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid Nahdlatul
Wathan Diniyah Islamiyah) lahir di desa Pancor, Lombok Timur, 5
Agustus 1898 – meninggal di tempat yang sama pada 21 Oktober 1997 Masehi /
19 Jumadil Tsani 1418 Hijriah dalam usia 99 tahun menurut kalender Masehi, atau usia
102 tahun menurut Hijriah. Beliau adalah pendiri Nahdlatul
Wathan, organisasi massa Islam
yang terbesar di provinsi Nusa Tenggara Barat / NTB.Penulis adalah Ketua YPP Al-Ittihadiyah NW Sepakat
bagusssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssss
BalasHapus